Setiap orang pada umumnya memiliki keluarga, baik keluarga saat sebelum menikah atau sesudah menikah. Keluarga sebelum menikah ada ibu, ayah, kakak dan adik. Keluarga setelah menikah yaitu pasangan dan anak. Seringkali kehidupan dalam keluarga juga memiliki konflik, meskipun sebenarnya konflik- konflik itu tidak diharapkan, karena hubungan kasih sayang biasanya sangat erat dalam keluarga. Namun banyak orang mengalami konflik yang tidak dapat dihindari terjadi dengan anggota keluarganya.
Terutama jika konflik yang dialami berhubungan dengan orang tua ( ayah atau ibu). Norma norma agama atau adat istiadat di mana orang tua harus dihormati juga biasanya menjadikan konflik lebih rumit. Di satu sisi harus menghormati orang tua, tapi di sisi lain harus mempertahankan sesuatu yang kita anggap benar, namun berlawanan dengan pemikiran atau kehendak orang tua. Sebagai penulis blog ini, saya tidak bermaksud menggurui semua orang. Hanya saya ingin menyampaikan pemikiran pemikiran pribadi tentang hal yang berhubungan dengan konflik antar anggota keluarga.
Sebelumnya saya pernah membaca sebuah buku yang sangat bagus, mengenai bagaimana pentingnya dalam kehidupan sosial dan hubungan antar keluarga sebaiknya kita menaruh "batasan-batasan", demi menghindari konflik yang bisa menyakiti kita dan juga setiap orang atau anggota keluarga yang terlibat.
Banyak orang/keluarga yang mengabaikan hal ini, dikarenakan egoisme masing-masing pihak. Apalagi jika pihak tersebut merasa sebagai orang yang lebih tua kedudukannya, merasa harus dihormati dan tidak boleh dibantah atau dilawan pendapat/pemikirannya.
Akan tetapi, jika setiap pihak dapat melepaskan egoisme masing-masing, mau menghargai (tidak mencoba melanggar) "batasan-batasan" yang ditetapkan masing-masing pihak tersebut, tentu konflik akan semakin dapat diminimalisir, bahkan mungkin akan selesai tanpa harus saling menyakiti.
"Batasan-batasan" itu apa sih misalnya? Saya coba memberi contoh hal-hal yang biasa dialami dalam setiap keluarga. Misalnya, seorang yang sudah berkeluarga dan punya anak, akan mendahulukan hal-hal yang menyangkut kepentingan keluarga intinya dibandingkan dengan kepentingan-kepentingan anggota keluarganya saat sebelum menikah. Lebih jelasnya, misalnya si A dihadapkan pada dua hal yang mana harus didahulukan antara harus membayar biaya sekolah anaknya, atau meminjamkan uang pada orang tuanya yang ingin membayar biaya sekolah/kuliah adiknya A.
Akan sangat bagus jika kedua hal itu bisa dilakukan bersama-sama jika kondisi keuangan A memungkinkan. Namun seringkali orang tidak dapat melakukan keduanya karena kondisi keuangan yang tidak mencukupi. Di sinilah "batasan" itu perlu, dengan kata lain bahwa "tidak memaksakan" untuk meminjamkan uang pada orang tua dan mendahulukan membayar biaya sekolah anaknya, A sudah menaruh batasan untuk dirinya, berharap orang tuanya pun dapat menghargai keputusannya. Di lain pihak orang tua semestinya menghargai keputusan A. Jika orangtua memaksa A memberi pinjaman uang tersebut, bisa dikatakan orangtua sudah melanggar "batasan" A yang akhirnya bisa saja berakhir saling menyakiti perasaan satu sama lain dan memancing konflik, terlepas dari seberapa pentingnya pinjaman tersebut harus didapatkan. Kecuali jika kondisi A sangat memungkinkan untuk bisa membantu memberi pinjaman tersebut, maka akan jadi lain ceritanya.
Dan masih banyak lagi contoh-contoh kasus yang seperti ini, mengenai pentingnya menaruh "batasan" dalam hubungan sosial dengan orang lain dan juga keluarga tidak hanya hal-hal yang bersifat uang, namun banyak juga hal-hal yang lain.
Setiap orang pasti memiliki kepentingan dan kebutuhannya masing-masing. Setiap orang pasti juga memiliki masalahnya masing-masing. Bisa membantu menyelesaikan masalah orang lain atau membantu memenuhi kebutuhan orang lain, pastilah menjadi keinginan semua orang, hanya orang-orang egois atau tidak memiliki hati nurani saja yang tidak menginginkan hal ini. Akan tetapi sangat diperlukan "batasan-batasan" untuk mengontrol kemampuan kita, apakah kita sanggup atau tidak untuk melakukannya. Jika kita tidak menetapkan "batasan-batasan" tersebut, tentunya kita akan sangat mudah tersakiti bahkan bisa menyakiti orang lain melalui konflik-konflik yang tercipta karena pelanggaran "batasan-batasan" tersebut.
Semoga pemikiran ini dapat dipahami oleh siapapun yang membacanya. Jika tidak sepemikiran dengan penulis, maka penulispun menghargainya. Terima kasih telah menyempatkan waktu untuk membaca tulisan ini. Salam damai dan semoga kita semua senantiasa terhindar dari konflik dalam kehidupan kita.